3/01/2013

Batik Ku Sayang



Helmy Her Onassis - Batik, apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata tersebut ? Seni, Asli Indonesia, Warisan Budaya Tak Benda Indonesia UNESCO. Yah memang Batik begitu mendunia setelah UNESCO mengukuhakan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Milik Indonesia, tidak tanggung – tanggung BATIK menempati kasta tertinggi dari warisan budaya tak benda yang dikeluarkan UNESCO karena memenuhi 3 dari 5 kriteria penilaian, sedangkan Borobudur memenuhi 2 kriteria.
Dari booming nya batik tersebut, banyak sekali yang memanfaatkan moment untuk ikut berkecimpung dalam dunia Batik, para juragan – juragan batik memperoleh keuntungan secara financial yang cukup membuat kita tertegun, mereka berinovasi menghasilkan karya yang bernilai seni tinggi dengan semua filosofi nya, menurut saya pantas jika semua itu dihargai dengan harga yang sangat tinggi.
Namun taukah anda bagaimana proses membuat karya seni batik itu sendiri ? proses panjang yang dilakukan dan melibatkan banyak pekerja, dari mulai Njaplak, Nyungging, Nyanting, Mopok, Ngelir, Nglorod dan lain  -lain, semua itu memakan tenaga dan proses yang lama.
Dari tingginya nilai karya seni itu sendiri, pernahkan anda memikirkan berapa uang yang di dapat para pekerja nya ? dari sebagian besar pekerja tersebut jangan anda pikir mereka mendapatkan bayaran yang sangat tinggi, menurut saya bisa dikatakan pas – pas an untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Begitu kontras antara juragan dengan para pekerja atau kuli – kuli nya.
Berbagai langkah dilakukan untuk melestarikan kebudayaan tersebut, tapi kembali lagi mereka para pekerja yang menekuni bidang tersebut, berfikir realistis saja, mereka membutuhkan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari – hari.
Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan kehidupan para pekerja, serangan kain textile motif batik atau yang biasa disebut sablon dan printing menjadi saingan konsumsi batik tulis atau cap, dan celakanya sebagian besar masyarakat tidak tahu bagaimana membedakan antara batik tulis, cap atau textile motif batik (sablon). Dengan serangan yang bertubi – tubi tersebut otomatis berimbas kepada para pekerja, karena jika juragan mereka omset nya berkurang otomatis pendapatan para pekerja tersebut juga berkurang.
Tidak hanya berdiam diri, pemerintah juga memberikan solusi dengan melabelisasi produk batik, mana yang benar – benar batik atau sablon, sampai membuat pasar grosir yang memfilterisasi produk yang bisa masuk hanya batik tulis dan cap, namun itu juga tidak sepenuhnya berhasil.
Menurut saya kembali lagi kepada masyarakat yang menjadi konsumen, mereka harus pandai – pandai melihat produk, jika memang cinta dengan budaya dan seni batik maka harga tinggi bukan lah menjadi masalah dibandingkan dengan membeli kain textile motif batik yang jauh lebih murah. Karena dari situlah para pekerja atau kuli – kuli tersebut bisa mendapatkan uang untuk kebutuhan mereka.
Batik itu mahal, jika dilihat dari seni nya menurut saya itu tidak mahal, kembali lagi kita berfikir realistis berapa pendapatan kita, tentu bukan seperti para pejabat – pejabat yang bisa membeli kain batik seharga 10 juta bahkan lebih untuk selembar kain atau kemeja, tetapi masih ada batik dengan nilai ekonomis seperti batik cap misalnya yang lebih terjangkau, atau batik tulis kalau kata orang pekalongan “Batik Tulis Kasaran” yang harganya masih terjangkau untuk kalangan menengah ke bawah.
Dengan membeli Batik Tulis dan Cap akan menyelamatkan budaya kita. - Helmy Her Onassis

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 23:08 Kategori:

0 komentar:

Post a Comment